![]() |
Kita dan Mundurnya Peradaban | APutraDwijaya.ID |
Lebih dari seabad lalu
revolusi teknologi dimulai. Lebih dari seabad yang lalu pula usai Einstein
menerbitkan Teori Relativitasnya yang terkenal pada tahun 1905 lalu yang
mengubah Mekanika Kuantum, Kosmologi dan pemikiran-pemikiran, wajah dunia
modern saat ini tak kunjung berubah.
![]() |
APutraDwijaya.ID |
Zaman kita saat ini
memang jauh lebih maju dibandingkan zaman sebelumnya. Teknologi merupakan aktor
utamanya. Segala hal dalam kehidupan kita mengalami revolusi besar-besaran.
Mulai dari penemuan lampu pertama, komputer pertama, mobil pertama, hingga
pesawat pertama cukup merepresentasikan kemajuan zaman. Penemuan-penemuan yang
saya sebutkan tersebut adalah contoh kecil dari perkembangan yang meliputi
ranah transportasi, komunikasi, perdagangan, sosial-budaya, agama, dan
pendidikan yang merupakan ranah paling cepat terpapar dampak dari teknologi
yang berkembang.
Nasib manusia seketika
berubah drastis. Manusia mulai masuk ke dalam siklus yang sama sekali tidak
terpikirkan sebelumnya. Negara-negara dengan teknologi maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, Tiongkok, Rusia, Jerman, Inggris, dan Perancis berlomba-lomba
untuk menjadi yang terbaik dalam hal pengembangan teknologi.
Kekayaan segelintir
orang di negara-negara tersebut bahkan jauh di atas pendapatan negara mereka
sendiri. Bahkan orang-orang seperti Bill Gates, Warren Buffet, Carlos Slim Helu
jika membuat sebuah negara, maka bisa menjadi negara terkaya ke 25 dunia. Namun
nama-nama seperti halnya mereka hanya 5% dari populasi dunia. Sisanya harus
banting tulang dengan bersimbah darah dan air mata. Pertumbuhan dunia saat ini
akhirnya sangat tidak seimbang.
Dengan adanya kemajuan
teknologi ini, manusia diharapkan dapat hidup dengan damai dan lebih tenteram
karena apa pun itu dianggap sudah cukup untuk membantu manusia melakukan aktivitasnya.
Namun hal itu justru terbalik dalam kenyataannya. Mari kita amati di Timur
Tengah, muncul gerakan radikal yang bernama ISIS. Berbagai negara bersatu padu
menyerang kelompok ini, mulai dari Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Turki,
Iran, Irak, dan negara-negara lain yang merasa terganggu dengan munculnya
kelompok ini.
![]() |
Mundurnya Peradaban | APutraDwijaya.ID |
Kehidupan di wilayah
ini akhirnya sampai ke titik nadir. Tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, Islam) yang
hidup subur di tanah tempat kelahiran para Nabi itu, tak lagi bisa dijadikan
tolok ukur peradaban. Hal yang lebih mencengangkan, apa yang terjadi di Timur
Tengah meluas ke Afrika dengan hadirnya kelompok Boko Haram. Dunia akhirnya
tercengang melihat keganasan ISIS dan Boko Haram yang menggiris peradaban.
Dunia
Tidak Berubah
Pertanyaannya, apa yang
salah dan apa yang hilang dari peradaban manusia sekarang ini? Mengapa kemajuan
zaman tidak berbanding lurus dengan perkembangan peradaban?
Segala hal yang terkait
pencapaian sempurna di zaman kita, sama sekali tidak sumbangan besar bagi
kehidupan umat manusia saat ini. Sebagai penerus dari kehidupan, kita haruslah
memikirkan apa yang harus kita lakukan untuk menembangkan peradaban kita agar
tidak punah ditelan zaman.
Kemunculan internet
mengubah cara berpikir manusia tentang lingkungannya. Kehadiran sosial media
akhirnya menjawab kegelisahan manusia, yaitu eksistensi. Kini siapa pun orangnya,
di mana pun ia berada terhubung aktif dengan semua orang. Dunia sekarang ini
terasa sempit dengan kehadiran internet. Manusia juga mulai memberontak dengan
melakukan apa saja sesuka hatinya, data-data yang beraduk dengan informasi dan
bertabrakan tanpa saringan.
Sosial sekarang
dianggap sebagai tempat yang cocok bagi seseorang untuk menemukan jati dirinya.
Seseorang bisa eksis kapan pun dan di mana pun dengan caranya masing-masing,
namun mereka tidak pernah tahu bagaimana wajah dunia yang sebenarnya.
Manusia-manusia jenis
ini adalah fenomena baru di zaman kita, mereka apatis dengan dunia nyata,
bahkan sudah mulai kehilangan empati dengan sesamanya. Melihat fenomena ini,
wajar saja banyak pertumpahan darah di Timur Tengah dan Afrika. Banyak dari
mereka yang mengetahuinya, tetapi hanya diam saja karena menganggap bahwa itu
semua bukan urusannya. Selagi ia masih bisa bersuka ria dengan gadget dan media
sosialnya, maka semua hal bukan menjadi urusannya. Namun tak sedikit dari
mereka yang masih memiliki rasa simpati walau hanya 20%. Orang-orang jenis ini
berbagi cerita, engajak mendoakan sesamanya yang berduka, namun dengan harapan
mendapat pujian yang digambarkan dengan banyaknya like atau love di postingan
mereka.
![]() |
Manusia terkesan hanya menjadi penonton | APutraDwijaya.ID |
Corak manusia yang
semakin apatis ini menjadi pemandangan sehari-hari kita yang tidak dapat
dihindari. Hanya sedikit manusia yang bisa menarik diri dari dunia maya yang
fana itu untuk bersama-sama mengembangkan peradaban.
Bagaimana
dengan Indonesia?
Saya pernah membaca
sebuah artikel yang berjudul “Orang Indonesia
paling Boros Masalah Beterai Ponsel”. Membaca artikel tersebut saya sempat
tertawa karena menganggap hal tersebut benar adanya. Rata-rata global
penggunaan beterai ponsel adalah 21,7 jam. Namun di genggaman orang Indonesia,
beterai ponsel hanya bertahan dalam kisaran 12 jam saja. Tunggu, itu untuk yang
memiliki beterai dengan kapasitas tinggi dan tergolong baru, sebagian dari
mereka yang memiliki beterai standar cukup menderita karena harus mencharge
ponselnya dua hingga tiga kali sehari.
Mengutip artikel
tersebut, Brasil mencatatkan rata-rata daya hidup baterai selama 17,9 jam,
sedangkan AS mencatatkan 18,2 jam. Negara dengan daya hidup baterai terlama
adalah Jerman, selama 32,1 jam; Selandia Baru selama 27,7 jam; serta Australia
selama 26,7 jam.
Di Indonesia, tidak
heran melihat orang berjalan menenteng beterai gendong alias powerbank kemana pun
mereka pergi. Di negara-negara lain mungkin hal ini adalah pemandangan yang
cukup aneh. Selain powerbank, merupakan pemandangan sehari-hari melihat orang
membawa chargenya dan mencari-cari colokan listrik, baik di toilet, kampus,
tempat kerja, bandara, stasiun, dan bahkan pinggir jalan.
Jika Anda belum pernah
melihat pemandangan tersebut, maka lihatlah ketika jam sudah menunjukkan pukul
12:00 keatas. Banyak orang akan menggunakan powerbank mereka, mengeluarkan
charge mereka, dan duduk di tempat-tempat strategis dengan colokan listrik.
Tunggu, biasanya mereka akan menanyakan pertanyaan klasik, “Password wifinya apa ya?”
Tidak perlu mengelak
membaca semua fakta itu, bahkan penulis saja melakukan hal yang sama. Ya,
merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh orang Indonesia. Jika menelisik lebih
dalam ke gadget mereka, maka dapat ditemukan deretan icon media sosial berjejer
di smartphone canggih mereka.
Melihat hal ini, Aji
Chen Bromokusumo menuliskan bahwa Facebook menjadi aplikasi wajib bagi pengguna
smartphone, selain Instagram dan Twitter. Kemudian aplikasi percakapan, sebut
saja Whatsapp, Line, WeChat, KakaoTalk, Skype, dan tak ketinggalan yang sudah hampir
tenggelam dan mulai ditinggalkan yaitu BBM.
![]() |
Manusia menjadi apatis dan malas | APutraDwijaya.ID |
Kemudian ada aplikasi
foto, beserta aplikasi pendukungnya untuk mempercantik diri, memutihkan kulit,
menyipitkan mata lebar dan melebarkan mata sipit, melentikkan bulu mata serta
melembutkan rambut, meniruskan pipi tembem, atau merampingkan pinggang melar.
Foto makanan minimal
tiga kali sehari adalah wajib bagi sebagian orang, salah satu alasannya adalah
agar mendapat pengakuan bahwa mereka orang berada. Beberapa
saat setelah makan, wajib melihat smartphonenya untuk sekedar mengecek komentar
teman-teman dan para followers, membalas komentar, dan menghitung jumlah
likenya.
Untuk berbelanja ada Lazada,
BliBli, Elevania, BukaLapak, Tokopedia, dan apalagi namanya. Untuk bepergian
keliling kota dibutuhkan aplikasi Uber, Grab, Gojek. Khusus untuk Gojek malah
sudah ada untuk pesan makanan dan minuman, bersih-bersih rumah, pijat dan entah
layanan apa lagi.
Untuk berlibur aplikasi
yang wajib terinstal adalah Traveloka, Agoda, PegiPegi, Ctrip. Selalu berburu tiket
dan hotel murah dan promo. Jangan lupa untuk keperluan banking. Semua ada di
smartphone BCA, Mandiri, Maybank, OCBC NISP, CIMB Niaga, Danamon, dan lainnya. Kemudian
supaya tak ketinggalan berita di mana-mana. Ada aplikasi portal berita.
Belum lagi urusan game.
Berbagai jenis game baik yang offline ataupun online. Jangan lupa streaming
untuk yang hobi nonton serial Jepang, Korea, Mandarin, silat, misteri, CI,
debat Trump – Hillary, dan masih banyak lagi.
Tak lupa berdoa di
Facebook, menyapa Tuhan di Facebook dan Twitter, mengucap syukur kepada Tuhan
lewat media sosial, curhat kepada Tuhan di media sosial, janjian selingkuh
sambil berdoa supaya tidak ketahuan di private inbox, dapat kontrak besar lalu
mengucap syukur kepada Tuhan sembari screenshot atau foto kontrak diposting di
Facebook dan Twitter, kena tipu belanja online juga curhat di Facebook.
Akibat super eksis dan
religius itu, baterai dengan kapasitas berapa pun, di tangan pengguna
smartphone di Indonesia tidak bakalan bertahan lama.
Mengapa
Hal Ini Terjadi?
Teknologi memang sangat
lekat di kehidupan kita manusia modern. Apa pun yang kita lakukan berada dalam
radius teknologi. suka atau tidak. Buku yang kita baca adalah bentuk teknologi
yang digagas oleh Gunteberg, Lampu yang selalu menyinari adalah salah satu
bentuk teknologi yang digagas oleg Thomas alva Edison. Revolusi manusia di awal
abad ke-21 lebih terlihat mengerikan dengan adanya arus informasi yang tidak
terbatas dan perkembangan teknologi elektronik yang tidak terbendung.
Melihat hal-hal itu Tak
heran, bila manusia abad ini bagaikan robot mainan yang memerlukan daya listrik
untuk melakukan kegiatan, tanpa nya manusia menjadi statis. Kebutuhan akan
teknologi dan keinginan untuk eksis menjadi penyebab mundurnya peradaban kita.
![]() |
Orang-orang lebih memilih ketenaran dan hiburan dibanding menolong sesama |
Kemajuan zaman yang pesat
harusnya ditandai dengan berkembangnya peradaban, namun tidak untuk saat ini.
Manusia sudah apatis, empati yang hilang, dan malah memanfaatkan teknologi
untuk hal yang negatif.
“ Tetapi dengan teknologi yang serba canggih kita tidak sadar bahwa kita telah diperbudak oleh sebuah teknologi, kita tahu bahwa teknologi bisa membawa manusia akan determinasi teknologi hingga merusak kehidupan sendiri, Bukan hanya itu, kecanduan pada teknologi juga akan mempengaruhi kepribadian seseorang, dan bahkan membuat si pecandu tidak memperhatikan kesehatannya sendiri. karena kecanduan teknologi akan berdampak pada diri kita sendiri dan lingkungan, mungkin yang paling menonjol adalah dalam menjalani kehidupan sehari-hari, salah satu contoh : anak-anak kita lebih senang bermain game di PS atau komputer dan menjelajahi internet, ketimbang bermain petak umpet ataupun mengendarai sepeda ontel dengan teman-temannya. Tidak jarang juga kita melihat anak-anak sekolah dasar yang sudah dibekali dengan telepon genggam oleh orang tuanya, meninggalkan sebuah pertanyaan besar bagi setiap orang tua mengenai seberapa besar teknologi telah mengontrol anak-anak kita. anak akan lupa beribadah, belajar, makan atau terlambat sekolah karena keasyikan bermain gadget”
Apa
Langkah Kita?
Kita memang memerlukan
teknologi dalam kehidupan kita, namun janganlah kita menjadi budak teknologi.
Karena jika kita bisa mengendalikan teknologi, maka kita bisa memanfaatkan
teknologi itu untuk hal-hal yang positif. Sebaliknya jika kita tidak bisa mengendalikan
teknologi, maka kita akan menjadi “pembantu” bagi teknologi itu.
Teknologi bisa menjadi
sahabat sekaligus musuh kita. Namun kita tidak boleh terlalu bergantung pada
teknologi. Kecanduan pada teknologi akan membuat seseorang menjadi tidak peduli
pada orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Gunakanlah teknologi
untuk berdiskusi dengan keluarga/teman-teman kita, Gunakan juga perkembangan
teknologi untuk membuat mereka turut serta dalam kegiatan amal atau bahkan
membiarkan mereka yang menjadi penyelenggaranya, sambil mengajak teman-temannya
di dunia maya.
“Oleh karena itu, kita harus menjadi bos dari teknologi dengan tidak terlalu bergantung pada teknologi tersebut. Setiap hari, ambillah waktu 1-4 jam untuk membebaskan diri dari teknologi. Matikan segala macam alat komunikasi dan habiskan waktu bersama keluarga. Dunia tidak akan habis apabila kita mematikan handphone kita. Coba ingat kembali, ketika kita akan berlibur, bukankah dunia masih berjalan dengan normal? Demikian pula bila kita memutuskan untuk berlibur dari teknologi. Hidup masih tetap berjalan dengan baik” (Agus Winarto)
Sebagai mahasiswa
psikologi, maka saya akan menyampaikan pandangan saya dalam konteks psikologi.
Pecandu sosial media dan teknologi cenderung menjadi anti sosial yang tidak
peduli sama sekali dengan lingkungannya. Saya juga sering mengorbankan
aktivitas saya hanya demi menggunakan sosial media untuk hal-hal yang tidak
produktif. Mungkin karena terlalu sering bermain di dunia maya, saya sering
tidak nyaman saat bersosialisasi di dunia nyata.
![]() |
Akankan manusia kembali ke peradaban dahulu? | APutraDwijaya.ID |
Selain menjadi anti
sosial, kecenderungan seseorang menjadi depresi juga cukup besar, karena melihat
pencapaian-pencapaian orang lain. Hal ini tentu saja menyalahi tujuan utama
dibuatnya sosial media sebagai ajang perkenalan, menambah jaringan dan sebagai
saranan sosialisasi dengan orang-orang di seluruh dunia.
Namun masih banyak orang-orang
yang tidak ikut tergerus ke dalam kolam perbudakan itu. Mereka produktif dalam
menggunakan sosial media. Mereka menshare hal-hal penting di postingan beranda
mereka, mereka menerbitkan video di Youtube untuk menghibur banyak orang, dan
bahkan menghasilkan duit dari hobi mereka tersebut.
Catatan Penulis:
Sekarang kita pernah
mendengar nama-nama seperti Jean Gaures, Mahatma Gandhi, Soekarno, Nelson
Mandela, Martin Luther King Jr, dan Bunda Teresa. Mereka tampil sebagai
menggerak ruang dan waktu. Mereka jadi contoh zaman di mana mereka tumbuh
berkembang. Pemikiran-pemikiran mereka jauh dari kata kerapuhan.
Kebijaksanaannya adalah obat penghilang rindu bagi begitu banyak jiwa yang
lemah. Sayangnya, apa yang telah mereka tinggalkan untuk kita, hanya jadi peninggalan
sejarah belaka. Kehidupan emas mereka, tak berhasil kita gali.
“Melihat fenomena-fenomena yang ada saat ini, 1.350cc volume otak kita yang terdiri dari 1 milyar saraf (neuron), sama sekali tak membuat kita bertambah pintar, cerdas, apalagi jenius.”
(Agung Putra Dwijaya)
Lantas apa yang harus
kita lakukan?
Sulitkah mengembangkan peradaban dan menjauh dari kata kemunduran?
Jika agama adalah pedoman hidup manusia, mengapa kita sebagai orang beragama
tidak bisa memahami kehidupan ini?
Mengapa kita hanya sibuk bertengkar dengan
menyalahkan sana dan sini?
Kita memang tidak bisa
langsung menunjuk kemajuan teknologi sebagai satu-satunya penyebab kemerosotan
peradaban manusia. Karena semua hal yang ada di sekitar kita berperan. Jika hal
ini terus saja diabaikan, marilah kita bersiap menghadapi, bahkan mungkin
melihat langsung hancurnya peradaban yang sudah menunggu di depan mata.
Download PDF : Disini
*Tulisan ini tidak murni tulisan saya sendiri, terinspirasi dari berbagai sumber yang saya baca dan sudah berusaha menghubungi langsung ke penulis asli.
*Penggunaan Nama (Agung Putra Dwijaya) tidak berarti bahwa caption tersebut adalah hasil karya saya, tetapi hanya penggambaran Title Blog.
*Sumber literasi dicantumkan dalam bentuk file PDF yang dapat didownload
*Tulisan ini tidak murni tulisan saya sendiri, terinspirasi dari berbagai sumber yang saya baca dan sudah berusaha menghubungi langsung ke penulis asli.
*Penggunaan Nama (Agung Putra Dwijaya) tidak berarti bahwa caption tersebut adalah hasil karya saya, tetapi hanya penggambaran Title Blog.
*Sumber literasi dicantumkan dalam bentuk file PDF yang dapat didownload
No comments:
Post a Comment